Senin, 27 Oktober 2008

Kenakalan anak punk di jalanan











BAB 1
Masa remaja adalah masa pencarian jati diri, kata banyak orang sih. Minimal itu pula yang dikatakan guru PPL di sekolahku. Tahu guru PPL kan? Itu lho, sekelompok mahasiswa yang kuliah di keguruan dan mengajar beberapa bulan di sekolah tertentu untuk praktik. Aku sih bodo amat, aku merasa jati diriku udah mantap di jalur ini bareng teman segangku, club PUNK (baca pang). Memang sih kami belum ‘kaffah’ jadi punker beneran. Tapi paling tidak dari segi gaya kami harus menunjukkan jati diri sebagai penganut aliran punk, dan sekaligus counter bagi aliran underground.
Rambut diberi jelli sehingga tegak menyerupai landak, baju kedombrongan dan gaya cuek menjadi ciri khas aliran punk di sekolah ini. Kelompok punk dari sekolah lain lebih berani dengan mencat rambutnya dan menindik kuping atau hidungnya. Kami tidak bisa seperti itu karena ancamannya dikeluarkan dengan tidak hormat dari sekolah.
Cenderung pendiam dan memakai make-up gelap tipis dengan gaya berjalan sangar ditunjukkan kelompok underground. Bila di luar sekolah, mereka lebih suka memakai kaos hitam atau yang warna gelap. Aliran ini mulai ngetop sejak tahun ajaran baru lalu dimotori oleh anak kelas 1A.
Awal tahun ajaran ini cukup membosankan karena kelas tiga hanya diberi guru PPL bimbingan karier. Itu juga sudah ‘habis’ dikerjai teman-teman. Padahal masih banyak guru PPL bidang studi lain seperti Fisika, Sejarah, Bahasa Inggris, termasuk juga Olahraga. Ini nih yang asyik, guru PPL Olahraga ada yang berjenis cewek, cantik lagi. Dengan rambut cepak tapi masih terlihat feminin. Tubuh atletis dan tinggi sekitar 170 cm plus kulit putih, pantesnya nih calon guru jadi foto model aja. Asyiknya lagi, lapangan olahraga berada tepat di sebelah kelas kami, 3 IPS 1.
Ada juga guru sejarah yang ‘endut’ dan nyebelin banget tiap lewat depan kelas kami. Teman-teman selalu memanggilnya ‘BUL’. Tahu Bul kan? Itu lho yang temannya Bil di Saras pahlawan kebajikan yang endut banget dan selalu kalah (iihh….ketahuan maniak Saras nih).
Lalu ada lagi dua guru PPL yang pake kerudung putih tiap kali ngajar. Yang satu guru Fisika. Orangnya cukup manis juga dan selalu disuit-suitin setiap lewat. Dan yang satunya nggak jelas tuh guru apa. Nggak populer menurut kami karena nggak begitu cantik, apalagi dengan pakaian putih hitam terusan yang sedikit aneh menurutku.
Ketika guru fisika yang manis itu pakai rok hitam panjang dengan hem putih dimasukkan ke rok plus kerudung putih yang diikat di leher gaya anak muda sekarang, guru yang satu ini memakai terusan putih hitam seperti jubah dan kerudung yang cukup lebar menutup dada. Ah…pusing amat, toh nggak ada yang istimewa pada dirinya.


BAB II
Hari Rabu siang, setelah pelajaran matematika, the most hated pelajaran di kelas IPS. Tinggal satu pelajaran Bahasa Inggris, lalu pulang. Wah, kalau pelaajran ini sih aku sedikit suka, meski nggak ngefans banget. Tujuan utama suka pelajaran ini sih pingin bisa nyanyi sefasih Limp Bizkit ketika melafadzkan lirik-lirik lagu. Nggak lucu khan kalau tongkrongan udah oke abis tapi waktu manggung nyanyi bareng bandku, kosakata Inggrisnya belepotan. 15 menit berlalu, Bu Rosa yang killer itu belum masuk kelas juga.
Deg. Tiba-tiba di depan kelas sudah ada sosok aneh dan misterius itu. Suitan-suitan nakal mulai terdengar dari mulut teman-teman geng-ku. Tapi mereka pun tetap tidak beranjak dari meja yang didudukinya, seakan-akan tidak peduli. Yang lainnya hanya menoleh sekilas dan kembali melanjutkan obrolannya terutama yang cewek. Bahkan di antara mereka ada yang dengan cueknya sibuk makan makanan kecil.
Herannya, tidak ada sepatah kata pun keluar dari sosok itu selain tersungging senyum tipis mengamati kami semua dari depan kelas. Untuk beberapa saat situasi itu berlangsung ketika suasana berubah sedikit tenang meskipun teman-teman masih tetap di posisi semula. Dan suasana seperti itu dimanfaatkan oleh sosok itu untuk unjuk suara. Tapi belum sempat aku mendengar apa yang diucapkannya, teman-teman sudah ramai lagi dengan konyolnya seakan-akan tidak ada suara itu.
“Kok ada suara tapi nggak ada orangnya ya,” celetuk Sony dengan ekpresi seperti orang mencari barang yang jatuh di kolong-kolong bangku. Teman-teman yang lain tertawa keras-keras melihat kelakuan Sony. Kulirik sosok di depan itu, tetap dengan ekspresi wajah semula dan senyum tipisnya yang tidak berubah. Ketika tawa itu sedikit mereda,
“Cuma segini yang bisa kalian tunjukkan ke saya?” tanya sosok itu.
Spontan mereka kembali tertawa keras-keras lagi meski aku sendiri tidak tahu apa yang mereka tertawakan. Sepertinya mereka, maksudku kami karena termasuk aku hanya ingin melihat sejauh mana mental sosok itu menghadapi kelas kami.
“Hanya segini? Apa tidak bisa lebih lagi?” tanyanya dingin. Sikap dan ekpresinya itu membuat kami pelan-pelan membenahi posisi duduk. Yudi yang semula membelakangi papan tulis sambil duduk di meja mulai memutar badannya untuk bisa mengamati sosok itu dengan lebih jelas. Hendro yang semula kakinya di atas meja mulai diturunkan, Bimo bahkan mulai turun dari meja dan duduk di bangkunya. Toro pun menghentikan dentingan gitarnya dan mengedipkan sebelah matanya ke arahku. Aku pun cuma tersenyum menanggapinya. Kesemua geng-ku itu melihat ke arahku untuk mendapatkan persetujuanku apakah sosok ini memang pantas diberi perhatian atau tidak. Kuanggukkan kepalaku. Gengnya Lisa cs pun mulai menghentikan obrolan gosipnya. Tari dan Sulis cs menghentikan kunyahannya dan memasukkan makanan kecil itu ke tas masing-masing.

BAB III
“Kenapa malah diam? Saya menantang kalian untuk kenakalan yang lebih dari ini.”
Gile bener, ketika dia sudah mulai mendapat perhatian kami, dia malah balik menantang. Beberapa dari kami mencemooh dan bertingkah sedikit over dengan tantangan itu. Tapi terlihat sekali kalau mereka melakukannya setengah hati dan tidak kompak karena sebagian besar memilih diam dan menunggu apa yang terjadi selanjutnya. Sambil memegang buku di tangannya, sosok itu kembali melanjutkan,
“Biasanya siswa yang nakal itu punya sesuatu yang bisa dibanggakan. Saya ingin tahu, apa yang bisa kalian banggakan terhadap saya. Kelas IPS itu lemah di pelajaran ilmu pastinya, tapi harus lebih di pelajaran sosial atau bahasanya.” Dia diam sejenak.
Lalu dia berbicara sedikit panjang dan lebar yang membuat kami tidak berkutik. Ya…sosok itu ternyata guru Bahasa Inggris dan sekarang nyerocos dalam Bahasa Inggris yang sangat fasih, bahkan tidak ubahnya seperti ‘native speaker’ yang cuma aku dengar di Lab bahasa dan film-film asing. Benar-benar ‘unbelievable‘!
“Kenapa diam? Jangan-jangan kalian tidak mengerti apa yang saya bicarakan.”
Kelas hening.
“Saya dulu dari kelas A3, IPS juga seperti kalian. Ketika semua memandang bahwa kelas IPS itu kelas buangan dan terdiri dari anak-anak kurang pintar yang bisanya cuma bolos dan nakal, saya berusaha membuktikan bahwa mereka salah. Paling tidak saya berusaha membuktikan bahwa ada anak IPS yang bisa berprestasi. Saya tidak menyombong, tapi beberapa kejuaraan pidato dan debat dalam Bahasa Inggris bisa saya menangkan. Lalu tembus perguruan tinggi negeri juga bisa saya lalui.”
Kelas semakin hening.
“Saya salut dengan remaja nakal, tapi harus ada yang bisa kalian banggakan.”
Clap. Calon ibu guru itu memukulkan buku yang dipegangnya ke meja di depannya.
“Tidak usah tegang, rileks saja. Saya hanya pengganti sementara kosong guru, karena tidak ada yang mau masuk kelas ini,” katanya sambil tersenyum.
Tidak heran, beberapa guru PPL yang lain telah gagal dengan sukses di kelas ini. Bahkan guru senior pun enggan berurusan dengan kelas kami.
“Ada tugas dari Bu Rosa, soal latihan bab 2 dikumpulkan minggu depan.”

BAB IV
Terdengar gemerisik dari seluruh penjuru kelas, kasak-kusuk. Akhirnya si Niko, cowok blasteran China-Jawa yang kayak Jerry Yan (tahu Jerry Yan kan? Itu lho yang main Tom & Jerry, eh..salah ding) mengacungkan jari kelingking, eh telunjuknya.
“Bu, eh….panggil Mbak aja ya?” katanya canggung sedikit nervous setelah dengar ketegasan sang calon ibu guru ini.
“Sudah punya pacar belum?”
Huuuuu……suara langsung ramai, riuh rendah mengiyakan pertanyaan si Niko.
“Belum dan tidak akan pernah” jawaban itu jelas dan tegas.
Itulah kali pertama kelasku mau terdiam untuk mendengarkan penjelasan tentang banyak hal dari guru PPL yang sudah tidak misterius lagi. Namanya Anisa, seindah dan seanggun akhlaknya. Dia banyak memperkenalkan hal-hal baru pada kami. Ketika aktivis rohis sekolah punya konsep pacaran islami, dia datang meluruskan pemahaman itu. Uniknya lagi pendekatan yang dia lakukan adalah mengajak kami berpikir apa dan bagaimana aktivitas pacaran yang cenderung mendekati zina itu dilakukan sebelum merujuk ke dalil dalam Islam. Terlalu muluk bila kami melulu diajak ngomong dalil, dan dia tahu itu.
Dia datang menyentuh banyak hal dari sisi kehidupan kami. Tentang konsep diri, tujuan hidup; terlebih mau ke mana setelah lulus SMU, apa tujuan bersekolah dan menuntut ilmu dan ini nih yang paling penting…”Setiap pemimpin akan mempertanggungjawabkan tentang apa yang dipimpinnya.” Weckss….dia menyentil posisiku sebagai pemimpin generasi punk meski secara tidak langsung.
ooOoo
Hari ini sedikit beda. Tomi menyambutku di depan pintu gerbang sekolah. Dia membisikkan sesuatu ke telingaku. Di belakangnya Ion, Jali, Agus mengangguk mengiyakan. Gerahamku mengeras. Ternyata kelompok underground mulai menyebarkan pengaruhnya.? Hmm…..menantang perang ini namanya.
Seharian kusiapkan strategi dengan teman-teman. Akhirnya strategi berhasil disusun. Lokasi sudah ditetapkan dan jadwal pun sudah matang. Hari Sabtu di terminal belakang sekolah adalah tempat yang ideal untuk menghadang dan menghajar anak kelas satu yang sok jagoan itu.
Hari ini waktu terasa lambat sekali. Hingga akhirnya tiba juga pukul 12 ketika bel pulang berbunyi. Hampir separo kelas yang kesemuanya adalah geng-ku tinggal di kelas ketika yang lain berebut pintu untuk keluar. Rencananya akan ada sekitar tigapuluhan anak dari generasi punk. Setelah beberapa saat, mereka menyebar ke kelas lain untuk mengumpulkan dukungan. Tinggal aku dan Tomi, sahabatku sekaligus pelaksana hampir
BAB V
semua rencana. Lalu Tomi keluar untuk melihat situasi dan meyakinkan bahwa semua guru sudah meninggalkan sekolah. Sambil menunggu Tomi kembali, kukeluarkan lem UHU dan mengeluarkan isinya ke telapak tanganku sebelum kuusapkan ke rambut dengan arah ke atas ala Mohawk. Yah, untungnya wajahku gak ancur-ancur amat, gak kalah sama David Beckham. Maksudnya kalah jelek gitu. Eh, enggak ding.
Tomi kembali sambil mengacungkan jempol tanda semuanya beres. Kukeluarkan hem putihku dari celana sambil berjalan menuju terminal. Hanya beberapa meter, terminal sudah di depan mata. Terlihat beberapa dari geng-ku sudah menempati posisi masing-masing. Dan seperti rencana..
“Itu dia, anak kelas satu yang berani berulah sedang jongkok bersama teman-temannya,” Aku berjalan menuju ke arahnya dan berdiri tepat di hadapannya. Dia tengadah tanpa berusaha merubah posisi jongkoknya.
“Kamu Awang, anak 1A ya?” tanyaku garang.
“Kenapa?” jawabnya singkat.
Jab! Satu pukulan telak kuarahkan ke wajahnya. Sebelum aku sempat memukul lagi ada suara tepuk tangan dari belakangku. Teman-teman pun berlarian ke arahku untuk mengeroyoknya seperti rencana semula. Tapi belum sempat itu terlaksana satu sosok sudah berdiri di depanku, memisahkan pandanganku dari Awang.
“Jadi begini siswa terpelajar menyelesaikan masalahnya” katanya tegas. Duh, dia lagi.
“Saya mengenali kalian semuanya. Walaupun saya bukan guru bidang studi kalian, tapi saya bisa mempengaruhi nilai kalian” katanya lagi ketika melihat teman-teman mulai tidak sabar.
“Begini saja. Biarkan keduanya menyelesaikan masalahnya secara laki-laki. Awang, kamu berani?”
“Iya Bu,” anak kelas satu itu di luar dugaanku mengiyakan tantangan ini.
“Kamu?” Sialan. Guru yang satu ini benar-benar tidak mau berhenti.
Kupandang teman-temanku dan ada rasa harap dari wajah mereka agar aku mengiyakan.
“Boleh,” kupandang tajam mata calon ibu guru yang sok itu. Tapi dengan entengnya dia tersenyum dan berjalan ke arah sekolah sambil berkata,” besok jam enam pagi di AULA sekolah. Jangan lupa atau ketidakdatangan kalian secara otomatis menobatkan siapa yang pengecut.” Glek. Kutelan ludah dengan susah payah.
BAB VI
Hari Minggu pagi itulah titik tolak dari seluruh kesadaranku, setelah diperdaya dengan sukses oleh Bu Anisa. Dia sudah siap di sana ketika aku datang. Dia tidak sendirian tapi ditemani guru olahraga yang semula kukagumi kecantikannya itu. Tapi kharisma Bu Anisa mengalahkan itu semua. Ketika aku ?sudah siap berhadap-hadapan dengan Awang, saat itulah dia memberi pertanyaan unik. Dia bertanya apakah kami ini ayam atau manusia. Ya, kami adalah manusia yang mempunyai akal dan berbeda dengan ayam. Tapi kami bertarung dan memakai otot untuk memperebutkan sesuatu yang tidak beda dari ayam. Saat itulah aku tersadar bahwa kami bukanlah ayam untuk disabung. Dan sesungguhnya antara geng punk ataupun underground tidak ada sesuatu yang pantas untuk dibanggakan. Karena memang kami bersaudara, seakidah…
Tap. Ada yang menepuk pundakku.
“Mas, rapat persiapan panitia bedah buku sudah siap nih.” Aku tersenyum.
“Teringat Bu Anisa ya?” Awang menggodaku. Yah, di kampus ini aku dipertemukan lagi oleh Allah dengan musuh besarku yang sekarang bahkan seperti adikku sendiri. Akidah Islam telah menyatukan kami dalam dakwah. Bahkan kami bertekad untuk terjun langsung di arena dakwah dengan anak-anak SMU sebagai target utama. Dan hari ini adalah rapat panitia bedah buku ‘Jangan Jadi Bebek’.[]

$$$$$$$$$$$








BAB VII
Punk
Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Langsung ke: navigasi, cari


Sekelompok pemuda Punk
Punk merupakan sub-budaya yang lahir di London, Inggris. Pada awalnya, kelompok punk selalu dikacaukan oleh golongan skinhead. Namun, sejak tahun 1980-an, saat punk merajalela di Amerika, golongan punk dan skinhead seolah-olah menyatu, karena mempunyai semangat yang sama. Namun, Punk juga dapat berarti jenis musik atau genre yang lahir di awal tahun 1970-an. Punk juga bisa berarti ideologi hidup yang mencakup aspek sosial dan politik.
Gerakan anak muda yang diawali oleh anak-anak kelas pekerja ini dengan segera merambah Amerika yang mengalami masalah ekonomi dan keuangan yang dipicu oleh kemerosotan moral oleh para tokoh politik yang memicu tingkat pengangguran dan kriminalitas yang tinggi. Punk berusaha menyindir para penguasa dengan caranya sendiri, melalui lagu-lagu dengan musik dan lirik yang sederhana namun terkadang kasar, beat yang cepat dan menghentak.
Banyak yang menyalahartikan punk sebagai glue sniffer dan perusuh karena di Inggris pernah terjadi wabah penggunaan lem berbau tajam untuk mengganti bir yang tak terbeli oleh mereka. Banyak pula yang merusak citra punk karena banyak dari mereka yang berkeliaran di jalanan dan melakukan berbagai tindak kriminal.
Punk lebih terkenal dari hal fashion yang dikenakan dan tingkah laku yang mereka perlihatkan, seperti potongan rambut mohawk ala suku indian, atau dipotong ala feathercut dan diwarnai dengan warna-warna yang terang, sepatu boots, rantai dan spike, jaket kulit, celana jeans ketat dan baju yang lusuh, anti kemapanan, anti sosial, kaum perusuh dan kriminal dari kelas rendah, pemabuk berbahaya sehingga banyak yang mengira bahwa orang yang berpenampilan seperti itu sudah layak untuk disebut sebagai punker.
BAB VIII
Punk juga merupakan sebuah gerakan perlawanan anak muda yang berlandaskan dari keyakinan we can do it ourselves. Penilaian punk dalam melihat suatu masalah dapat dilihat melalui lirik-lirik lagunya yang bercerita tentang masalah politik, lingkungan hidup, ekonomi, ideologi, sosial dan bahkan masalah agama.
Daftar isi
[sembunyikan]
• 1 Gaya hidup dan Ideologi
o 1.1 Punk dan Anarkisme
• 2 Punk di Indonesia
• 3 Lihat pula
• 4 Pranala luar

[sunting] Gaya hidup dan Ideologi
Psikolog brilian asal Rusia, Pavel Semenov, menyimpulkan bahwa manusia memuaskan kelaparannya akan pengetahuan dengan dua cara. Pertama, melakukan penelitian terhadap lingkungannya dan mengatur hasil penelitian tersebut secara rasional (sains). Kedua, mengatur ulang lingkungan terdekatnya dengan tujuan membuat sesuatu yang baru (seni).
Dengan definisi diatas, punk dapat dikategorikan sebagai bagian dari dunia kesenian. Gaya hidup dan pola pikir para pendahulu punk mirip dengan para pendahulu gerakan seni avant-garde, yaitu dandanan nyleneh, mengaburkan batas antara idealisme seni dan kenyataan hidup, memprovokasi audiens secara terang-terangan, menggunakan para penampil (performer) berkualitas rendah dan mereorganisasi (atau mendisorganisasi) secara drastis kemapanan gaya hidup. Para penganut awal kedua aliran tersebut juga meyakini satu hal, bahwa hebohnya penampilan (appearances) harus disertai dengan hebohnya pemikiran (ideas).
Punk selanjutnya berkembang sebagai buah kekecewaan musisi rock kelas bawah terhadap industri musik yang saat itu didominasi musisi rock mapan, seperti The Beatles, Rolling Stone, dan Elvis Presley. Musisi punk tidak memainkan nada-nada rock teknik tinggi atau lagu cinta yang menyayat hati. Sebaliknya, lagu-lagu punk lebih mirip teriakan protes demonstran terhadap kejamnya dunia. Lirik lagu-lagu punk menceritakan rasa frustrasi, kemarahan, dan kejenuhan berkompromi dengan hukum jalanan, pendidikan rendah, kerja kasar, pengangguran serta represi aparat, pemerintah dan figur penguasa terhadap rakyat.

BAB IX
Akibatnya punk dicap sebagai musik rock n’ roll aliran kiri, sehingga sering tidak mendapat kesempatan untuk tampil di acara televisi. Perusahaan-perusahaan rekaman pun enggan mengorbitkan mereka.
Gaya hidup ialah relatif tidak ada seorangpun memiliki gaya hidup sama dengan lainnya. Ideologi diambil dari kata "ideas" dan "logos" yang berarti buah pikiran murni dalam kehidupan. Gaya hidup dan ideologi berkembang sesuai dengan tempat, waktu dan situasi maka punk kalisari pada saat ini mulai mengembangkan proyek "jor-joran" yaitu manfaatkan media sebelum media memanfaatkan kita. Dengan kata lain punk berusaha membebaskan sesuatu yang membelenggu pada zamannya masing-masing.
[sunting] Punk dan Anarkisme
Lihat juga Anarko-punk
Kegagalan Reaganomic dan kekalahan Amerika Serikat dalam Perang Vietnam di tahun 1980-an turut memanaskan suhu dunia punk pada saat itu. Band-band punk gelombang kedua (1980-1984), seperti Crass, Conflict, dan Discharge dari Inggris, The Ex dan BGK dari Belanda, MDC dan Dead Kennedys dari Amerika telah mengubah kaum punk menjadi pemendam jiwa pemberontak (rebellious thinkers) daripada sekadar pemuja rock n’ roll. Ideologi anarkisme yang pernah diusung oleh band-band punk gelombang pertama (1972-1978), antara lain Sex Pistols dan The Clash, dipandang sebagai satu-satunya pilihan bagi mereka yang sudah kehilangan kepercayaan terhadap otoritas negara, masyarakat, maupun industri musik.
Di Indonesia, istilah anarki, anarkis atau anarkisme digunakan oleh media massa untuk menyatakan suatu tindakan perusakan, perkelahian atau kekerasan massal. Padahal menurut para pencetusnya, yaitu William Godwin, Pierre-Joseph Proudhon, dan Mikhail Bakunin, anarkisme adalah sebuah ideologi yang menghendaki terbentuknya masyarakat tanpa negara, dengan asumsi bahwa negara adalah sebuah bentuk kediktatoran legal yang harus diakhiri.
Negara menetapkan pemberlakuan hukum dan peraturan yang sering kali bersifat pemaksaan, sehingga membatasi warga negara untuk memilih dan bertanggung jawab atas pilihannya sendiri. Kaum anarkis berkeyakinan bila dominasi negara atas rakyat terhapuskan, hak untuk memanfaatkan kekayaan alam dan sumber daya manusia akan berkembang dengan sendirinya. Rakyat mampu memenuhi kebutuhan hidupnya sendiri tanpa campur tangan negara.
Kaum punk memaknai anarkisme tidak hanya sebatas pengertian politik semata. Dalam keseharian hidup, anarkisme berarti tanpa aturan pengekang, baik dari masyarakat maupun perusahaan rekaman, karena mereka bisa menciptakan sendiri aturan hidup dan perusahaan rekaman sesuai keinginan mereka. Punk etika semacam inilah yang lazim disebut DIY (do it yourself/lakukan sendiri).
BAB X
Keterlibatan kaum punk dalam ideologi anarkisme ini akhirnya memberikan warna baru dalam ideologi anarkisme itu sendiri, karena punk memiliki ke-khasan tersendiri dalam gerakannya. Gerakan punk yang mengusung anarkisme sebagai ideologi lazim disebut dengan gerakan Anarko-punk.
[sunting] Punk di Indonesia
Berbekal etika DIY, beberapa komunitas punk di kota-kota besar di Indonesia seperti Jakarta, Bandung, Yogyakarta, dan Malang merintis usaha rekaman dan distribusi terbatas. Mereka membuat label rekaman sendiri untuk menaungi band-band sealiran sekaligus mendistribusikannya ke pasaran. Kemudian usaha ini berkembang menjadi semacam toko kecil yang lazim disebut distro.
CD dan kaset tidak lagi menjadi satu-satunya barang dagangan. Mereka juga memproduksi dan mendistribusikan t-shirt, aksesori, buku dan majalah, poster, serta jasa tindik (piercing) dan tatoo. Seluruh produk dijual terbatas dan dengan harga yang amat terjangkau. Dalam kerangka filosofi punk, distro adalah implementasi perlawanan terhadap perilaku konsumtif anak muda pemuja Levi’s, Adidas, Nike, Calvin Klein, dan barang bermerek luar negeri lainnya.
$$$$$$$$$$



Jumlahnya Memang tidak banyak, tapi ketika mereka turun ke jalanan, setiap
mata terpancing untuk melirik gaya rambutnya yang Mohawk ala suku Indian
dengan warna-warna terang dan mencolok. Belum lagi atribut rantai yang
tergantung di saku celana, sepatu boot Dr. Marteen, kaos hitam, jaket kulit
penuh badge atau peniti, serta 'spikes' (gelang berbahan kulit dan besi
seperti paku yang terdapat di sekelilingnya) yang menghiasi pergelangan
tangannya menjadi bagian yang tak terpisahkan dari busana mereka. Begitu
juga dengan celana jeans super ketat hingga mata kaki yang dipadukan dengan
baju lusuh, makin menguatkan kesan anti kemapanan dan antisosial pada
mereka. Masyarakat mengenal mereka sebagai anak punk.
Sayangnya, pandangan negatif masih menyertai setiap kehadiran anak punk.
Tanpa bermaksud menyudutkan, tampilan anak-anak punk yang cenderung
'menyeramkan' seringkali dikaitkan dengan perilaku anarkis, brutal, vandal,
bikin onar, dan semau gue. Padahal boleh jadi, itu cuma perilaku segelintir
remaja yang berpenampilan nge-punk. Daripada berprasangka, mending kita coba
kenal kaum punk lebih dekat. Sehingga penilaian dan sikap kita lebih
objektif.
BAB XI
Hadirnya generasi punk nggak bisa dilepaskan dari hingar-bingar dunia musik.
Konon kisah lahirnya kaum punk pun diawali dari musik. Pada 1971, Lester
Bangs, wartawan majalah semi-underground Amerika, Creem, menggunakan istilah
punk untuk mendeskripsikan sebuah aliran musik rock yang semrawut, asal
bunyi, namun bersemangat tinggi.
Musisi punk tidak memainkan nada-nada rock teknik tinggi atau lagu cinta
yang menyayat hati. Sebaliknya, lagu-lagu punk lebih mirip teriakan protes
demonstran terhadap kejamnya dunia, menceritakan rasa frustrasi, kemarahan,
dan kejenuhan berkompromi dengan hukum jalanan, pendidikan rendah, kerja
kasar, pengangguran serta represi aparat, termasuk kekecewaan musisi rock
kelas bawah terhadap industri musik yang didominasi oleh musisi rock mapan,
seperti The Beatles, Rolling Stone, dan Elvis Presley. Akibatnya punk dicap
sebagai musik rock n' roll aliran kiri, sehingga sering tidak mendapat
kesempatan untuk tampil di acara televisi, apalagi rekaman. Boro-boro! Tak
hanya dalam lirik lagu, teriakan kekecewaan kaum punk juga ditunjukkan dalam
berbusana. Seperti dituturkan Putu Aliki, designer asal Bali, "Sudah nggak
zamannya lagi, kalo remaja -male or female- tidak diberi kebebasan dalam
memilih alternatif-alternatif berbusana yang ada di hadapannya sekarang ini.
'Kalau memang sreg dan PeDe, kenapa tidak boleh memakai sesuatu yang aneh'.
Misal, memakai paku-paku, gelang baja, peniti yang penuh menghias lengan
baju, rok pendek, transparan, atau seksi bagi cewek, atau baju dan celana
ketat bagi cowok. Biasanya kan selama ini, kalau ada yang berani berpakaian
begitu sudah dicap yang nggak-nggak oleh orang lain. Nah itulah yang ingin
didobrak."(Bali Post, 18/05/03)
Menurut Awal Fahma, redaktur F-Magazine Bogor: "Kalau menurut saya, anak
punk Bogor itu mayoritas cuma sekedar style aja, kalo ditanya makna punk
yang sesungguhnya belum tentu pada ngerti, buat mereka punk itu cuma
dandanan, attitude sama musik keras. Sekarang punk udah keilangan
identitasnya, ini gara gara para prudusen ngeliat style punk bisa dijual
mulai dari gaya rambut sampai pakaian".
Dalam "Philosophy of Punk", Craig O'Hara (1999) menyebut tiga definisi punk.
Pertama, punk sebagai tren remaja dalam fashion dan musik. Kedua, punk
sebagai keberanian memberontak dan melakukan perubahan. Terakhir, punk
sebagai bentuk perlawanan yang "hebat" karena menciptakan musik, gaya hidup,
komunitas, dan kebudayaan sendiri. Definisi pertama adalah definisi yang
paling umum digambarkan oleh media. Tapi justru yang paling tidak akurat
karena cuma menggambarkan kesannya saja.


BAB XII
Menurut salah satu kru MQ-FM Solo, "Sebenarnya mereka adalah orang-orang
yang keresahan untuk menemukan solusi "menghancurkan tiran". Lalu keresahan
itu mereka wujudkan dengan pemberontakan dengan berbagai wujudnya baik lewat
jalur musik, propaganda, membuat produk sendiri, dll. Pada dasarnya mereka
anti segala sesuatu yang bersifat status quo. Karena menurut mereka, yang
namanya status quo itu bisa membuat beku. At least, mereka nggak terbawa
mainstream. Mampu menciptakan arus sendiri.,"
Di setiap tempat, sepak terjang kaum punk mampu menjelma menjadi sebuah gaya
hidup yang konsisten melawan pemaksaan ide maupun budaya oleh para kapitalis
maupun negara. Yup, mereka nggak setuju banget ama yang namanya otoritas.
Sehingga mereka hidup berdikari alias berdiri di atas kaki sendiri. CD dan
kaset tidak lagi menjadi satu-satunya barang dagangan. Mereka juga
memproduksi dan mendistribusikan t-shirt, aksesori, buku dan majalah,
poster, serta jasa tindik (piercing) dan tato. Seluruh produk dijual
terbatas dan dengan harga yang amat terjangkau. Dalam kerangka filosofi
punk, distro adalah implementasi perlawanan terhadap perilaku konsumtif anak
muda pemuja Levi's, Adidas, Nike, Calvin Klein, dan barang bermerek luar
negeri lainnya.
Dalam skala negara, punk mengusung ide anarkisme. Menurut para pencetusnya,
yaitu William Godwin, Pierre-Joseph Proudhon, dan Mikhail A Bakunin,
anarkisme adalah sebuah ideologi yang menghendaki terbentuknya masyarakat
tanpa negara. Di sini anarkisme menghendaki tatanan sosial yang tidak
seorangpun bisa menindas atau mengekspolitasi orang lain; sebuah tatanan
agar setiap orang mempunyai kesempatan yang setara untuk mencapai
perkembangan material dan moralnya secara maksimal. Sehingga mampu memenuhi
kebutuhan hidupnya sendiri tanpa campur tangan negara.
Nampaknya, idealisme kaum punk dalam konteks negara kudu siap ngadepin
kenyataan sosial. Seperti yang pernah dikatakan Lenin, anarkisme adalah
paham yang naif milik para pemimpi dan orang-orang putus asa. Mereka
menyadari ideologi ini sulit dikembangkan karena masyarakat masih
membutuhkan negara untuk mengatur mereka. Benar, tentunya negara yang
menerapkan Islam sebagai ideologi di bawah naungan Khilafah Islamiyah.




BAB XIII
Berbicara tentang kebebasan, memang indah. Apalagi jika bisa bebas berbuat
sekehendaknya, tidak ada yang melarang atau memaksakan aturan yang harus
dipatuhi. Sayangnya, kebebasan tipe seperti ini hanya ada di negeri
khayalan. Ya, sekeras apapun kita menuntut kebebasan, pada akhirnya kita
akan terbentur pada kenyataan kalau semua ada batasnya. Contoh, kita memang
bisa bebas makan setiap menu favorit, sanggup begadang semalaman, atau kuat
nenggak berliter-liter aneka cairan penghilang dahaga. Tapi kenyataannya,
perut dan mata kita ada batasnya dan perlu istirahat. Kalo diporsir, perut
kita bisa sakit atau menjadii mata berkunang-kunang. Tubuh kita yang
menentukan kapan saatnya lapar, haus, ngantuk, atau buang hajat, bukan kita.
Ini contoh kecil.
Begitu juga dalam hidup. Kita boleh acungi jempol buat kawan-kawan yang
sadar dan ingin merdeka dari para idola yang mengendalikan perilaku kita,
para kapitalis yang membobol finansial kita, atau kebijakan negara yang
bikin sengsara. Seperti idealisme Kolektif punker. Tapi jika merdeka dari
aturan agama, terutama Islam, merupakan suatu perkara yang berbahaya bagi
kita.
Kita memang punya pilihan untuk tidak shalat, tidak mau menahan lapar-haus
shaum Ramadhan, cuek dengan perjuangan Revolusi, berlomba-lomba mengumbar
aurat, atau menjadi pemuja hawa nafsu. Tapi itu bukan pilihan yang baik
mengingat hidup kita juga ada batasnya. Kesempatan kita untuk bertobat juga
ada batasnya. Percaya atau tidak, akan ada kehidupan lain di akhirat setelah
kita meninggal dunia. Tempat kita mempertanggung jawabkan setiap perbuatan
kita selama di dunia. Ini berlaku untuk semua: muslim or non muslim. Tentu,
termasuk di antara yang beriman dan kafir itu ada yang memilih punker,
maupun non-punker sebagai gaya hidupnya.
Sebagai seorang Revolters muslim, ketaatan terhadap aturan hidup Islam bukan
rantai besi yang menggembok hidup kita, tapi justru yang membebaskan kita
dari perbudakan hawa nafsu dan materi. Ketaatan ini yang akan menyelamatkan
kita dunia-akhirat. Dan sewajarnya ketaatan ini juga yang membatasi
kebebasan kita dalam berbuat atau berpendapat. tidak asal berpenampilan atau
tidak asal berjuang melawan Tiran.
Jadilah manusia paling cerdas
Kawan! sebebas-bebasnya kita, pastinya kita tidak bisa menentukan kapan
jadwal malaikat Izrail 'menjemput' kita. Meski kita tinggal di bunker bawah
tanah dengan ketebalan dinding beton satu meter atau dikawal bodyguard from
Beijing sekaliber Jet Lee, tidak akan bisa menghalangi ajal yang menjemput
kita. Pertanyaannya, siapkah kita mati besok?

BAB XIV
Bagi sebagian orang, pertanyaan ini lebih sulit dijawab dibanding soal ujian
atau saat sidang skripsi yang tanpa persiapan. Tidak bisa jawab soal ujian
atau saat sidang, kemungkinan kita tidak lulus, down sebentar, lalu kembali
mengulang di kesempatan berikutnya. Tapi tidak bisa menjawab soal kesiapan
mati besok pagi, menunjukkan ketakutan kita meninggalkan kehidupan dunia
ini. Persis konsep eskapisme yang berkembang di masyarakat Barat. Mereka
berusaha lari dari kenyataan hidup (tentang kematian yang pasti) dengan
menenggelamkan diri dalam gaya hidup hedonis. Bagaimana dengan kita?
Sebagai seorang muslim, membahas mengenai kematian berarti menyadarkan kita
akan kehidupan dunia yang hanya sementara dan bisa melalaikan jika kita
lengah. Allah Swt. berfirman yang artinya: "Ketahuilah, bahwa Sesungguhnya
kehidupan dunia Ini hanyalah permainan dan suatu yang melalaikan" (QS
al-Hadîd [57]: 20)
agar kita tidak terjebak dalam permainan dunia, apalagi sampai jadi penganut
eskapisme, jadilah manusia cerdas seperti kata Rasulullah saw. Ibnu Umar
meriwayatkan: "Kami bersepuluh datang kepada Nabi saw, ketika seorang Anshar
berdiri dan bertanya: 'Wahai Nabi Allah, siapakah manusia yang paling cerdas
dan paling mulia?' Maka Rasulullah menjawab: 'Mereka yang paling banyak
mengingat mati dan paling banyak mempersiapkan kematian. Merekalah orang
yang paling cerdas. Mereka akan pergi dengan mendapatkan kehormatan dunia
dan kemuliaan akhirat." (HR Ibnu Majah)

$$$$$$$$$


Funky, adalah istilah 'wajib' bagi remaja yang mengaku gila
gaul. Bukan apa-apa, sebutan funky dan cool memang terdengar
akrab dalam bahasa pergaulan remaja. Seolah-olah bila remaja
nggak ngomong funky atawa cool, dijamin bisa dicap sebagai
remaja kuper bin norak. Tak heran bila kemudian banyak
teman-teman remaja buru-buru tampil funky hanya untuk disebut
gaulFunky, adalah istilah 'wajib' bagi remaja yang mengaku gila
gaul. Bukan apa-apa, sebutan funky dan cool memang terdengar
akrab dalam bahasa pergaulan remaja. Seolah-olah bila remaja
nggak ngomong funky atawa cool, dijamin bisa dicap sebagai
remaja kuper bin norak. Tak heran bila kemudian banyak
teman-teman remaja buru-buru tampil funky hanya untuk disebut
gaul.

BAB XV
Mulai soal dandanan sampai soal musik. Gaya rambut yang dicat
warna-warni kayak pelangi, atau dipermak mirip durian, atawa
gaya rambut yang 'disulap' seperti topi Romawi. Itu baru gaya
rambut, belum lagi pakaian. Jaket hitam yang ketat dari kulit
buaya (semoga yang pake' bukan buaya darat, heee .), celana jins
super sempit kayak penyanyi rock Kelvits yang bangga disebut
dirinya funky , atau celana cutbray yang bikin penampilan seksi
mirip Elvis kesemuanya identitas gaya gaul remaja sekarang.
Belum lagi aksesoris lainnya. Kuping ditindik, bahkan hidung,
pun ada yang nekat ditindik pula, hiasan rantai yang gede-gede
juga ikut nimbrung.
Nggak hanya itu saudara-saudara, tatto juga sering menghiasi
tubuh anak funky. Macam-macam model tattonya, dari yang 'lucu'
sampai yang 'serem'. Dari gambar pemandangan (idih, emangnya
ada?) sampai gambar tengkorak, tapi tengkorak ikan
(hi..hi..hi..). Itu sih bukan serem, tapi lucu, menggelikan
lagi. Nah, gaya remaja model begini nih, kamu bisa temui di mal
atawa tempat ngeceng yang memang dijejali remaja. Khusus di
daerah lahirnya bonek ini bisa kamu temui di daerah Basuki
Rahmat.
Di sana, berbagai gaya funky bisa kamu liat. Dari mulai yang
modis sampai yang keranjingan abis. Tapi memang bukan soal enak
dipandang atau tidak, yang jelas, gaya funky itu memang warisan
budaya Barat yang berbahaya dan rusak. Untuk itu kamu kudu tahu,
bagaimana sih sejarah lahirnya budaya funky yang sebenarnya
kontradiksi dengan Islam itu. Nah simak dech, paparan di bawah
ini.
Funky, Apaan Tuh?
Dalam dunia gaya, banyak terjadi pembalikan makna. Kata funky
arti sebenarnya adalah busuk, kemudian mengalami pergeseran
makna menjadi makna seolah "positif". Mendengar istilah fungky,
terlintas kita akan salah satu jenis irama musik. Ya, seperti
irama yang dibawakan James Brown atau kelompok Sly & The Family
Stone di tahun 1965 - 1970-an. Kamu pasti nggak terlalu kenal
ama arti satu itu?, iya soalnya mereka ada di jaman bokap and
nyokap kita lagi remaja.


BAB XVI
Nah, menyimak sejarah dunia entartaiment, gaya busana dan musik
khususnya, memang punya kaitan erat yang saling mempengaruhi,
termasuk aspek-aspek ipoleksosbud yang melatarbelakanginya
(taela, kayak pelajaran PPKn, ya). Kita lihat misalnya
'ideologi' anarchy yang dianut salah satu aliran gaya punk yang
terkenal melalui sosok Johnny Rotten dari Sex Pistol. Atau Ente
juga bisa lihat 'ideologi' kaum gay melalui kelompok aliran gaya
busana Glam dengan irama glam rock melalui sosok David Bowie dan
Gary Gliter. Atau 'ideologi' lingkungan dan perdamaian yang
dipropagandakan kelompok Hippy melalui The Grateful Dead, CSN&Y
(Crosby, Stills, Nash, Young), Frank Zappa, dan Joan Baez dengan
irama musik psychedelic maupun Folk.
Well, itu fakta masa lalu, bagi generasi sekarang, mungkin lebih
mengenal gaya rambut dreadlock (gimbal) yang dipopulerkan aliran
gaya rastafarian melalui tokoh Bob Marley dengan irama reggae.
Atau gaya B-boy dan Flygirls serta Gangsta melalui irama musik
Rap, kalau di Indonesia kamu bisa dapetin di kelompoknya HJ
(harapan jaya)
Achmad Haldani D, staf pengajar Program Studi Kria Tekstil
Fakultas Seni Rupa dan Desain Institut Teknologi Bandung
terhadap kasus tersebut, menyebutnya sebagai suatu kenyataan
sejarah, gaya-gaya busana yang muncul di Barat amat kental
dengan sisi perjuangan subkultur anak muda terhadap berbagai
masalah yang penuh gejolak. Free sex, drugs, eS-eS (bukan eS
krim, lho), rasisme, hujatan terhadap orangtua, memuja setan,
tripping dan lain-lain, adalah sebagai bukti empirik ekspresi
'ideologi' yang terkadang bagi sekelompok orang sulit diterima
akal sehat, sehingga banyak di antaranya dikritik, disisihkan,
atau bahkan dikucilkan masyarakat.
'Ideologi' yang mereka anut pun amat beragam, dan sarat dengan
cara pandang mereka terhadap suatu nilai dan harapan. Harapan
dengan tidak meninggalkan ide masa lalu, masa kini, maupun masa
mendatang. Untuk mengkomunikasikan sekaligus mengangkat
eksistensi dan prestis, setiap gerakan butuh akan representasi,
simbol, atau media visualisasi lain yang otentik dan khas,
bahkan jika perlu ekstrim dan radikal (wah-wah-wah.. serem juga
nich).


BAB XVII
Karena itu, nggak salah bila kita amat mengenal beberapa
media dan bahasa simbol mereka seperti dalam gaya berpakaian,
gaya berdandan (tatto, cat rambut, rias wajah, tindik, peniti,
rantai, logo nazi, tengkorak dan lain-lain), juga gaya
berbicara, gaya berjalan, gaya menari, peristilahan, sastra
(sajak, novel, lirik lagu), gaya hidup, merek pakaian, merek
motor dan sebagainya. Wah, ternyata banyak juga ragamnya, ya?
Nah, mereka inilah yang disebut oleh dunia fashion sebagai
fenomena gaya jalanan (street style).
Masih menurut Haldani D, funky merupakan kata sifat dari kata
dasar funk yang berarti (bau) busuk atau stinky. Nah lho,
negerinya grandong ini ada grup musik dengan pake dua nama tadi,
tebak sendiri aja lah. Seperti halnya pemutar-balikan makna bad
(baca: jelek, buruk atas sesuatu hal) menjadi cool (baca; keren
atas sesuatu hal tadi) yang muncul di era gaya ini, istilah funk
juga mengalami pergeseran makna (seolah bagi kalangan mereka)
positif, yaitu semerbak wangi. Mengapa? Di tengah suasana yang
serba tidak menyenangkan (tertekan, miskin, muram, kumuh, yang
berhubungan dengan makna harfiah funk) mereka justru
mengekspresikannya dalam bentuk atau selera yang justru
berlawanan, seperti memainkan, menari,dan mendengarkan musik
yang berirama menyenangkan, gembira, beat yang tegas, serta
erotik. Ditambah cara berpakaian yang juga menyenangkan seperti
berkesan seksi dan gemerlap. Wuah, 'syerem' juga ya?
Brur, ekspresi ini sungguh dinilai amat berlawanan dengan
ekspresi kelompok menengah kulit putih yang pada saat bersamaan
(pada masa itu) justru sedang keranjingan gaya hidup Hippy yang
cenderung anti-materialistis seperti terlihat dari gaya
berpakaian dan berdandan mirip gembel atau pengembara miskin.
Sekarang, gaya model begini, kamu bisa temukan juga dengan mudah
di negeri ini. Karena motif 'ideologinya' berbeda, yaitu ingin
keluar dari himpitan atau kesan kemiskinan perkampungan ghetto,
kelompok funk ini jelas ingin tampil dan terlihat cool dengan
bergaya serba gemerlap dan berkesan mahal. Jadi, di antara
musisi jazz dan orang negro Amerika, istilah funk menjadi suatu
yang bercitra positif dan kental dengan aroma kesenangan
seksual.


BAB XVIII
Secara lebih luas di antara tahun 1950 sampai 1970-an gaya funk
berhubungan dengan kekuatan atau daya erotik dan gairah seksual.
Sementara kata sifat funky diterapkan pada suatu yang berkaitan
dengan black music hingga ke soul food. Sedangkan di bidang gaya
berpakaian dan cara berdandan, penerapan istilah fungky merujuk
pada suatu gaya yang lahir di awal tahun 1970-an yang disebut
Pimp Look (pimp =germo/mucikari) yang muncul di sekitar
perkampungan kumuh orang kulit hitam (ghetto) Amerika.
Gaya ini kira-kira serupa dengan gaya yang ditampilkan para
germo dan pekerja jalanan lainnya dalam 'memamerkan' angan-angan
kesuksesan dan kemakmuran mereka. Para ahli juga mensinyalir
adanya kaitan logis gaya funky dengan gaya Zooties di era
1940-an yang juga berawal dari kalangan yang secara materi serba
kekurangan. Gaya funky dapat kita 'kenang' antara lain
peninggalan karakternya yang khas seperti gaya rambut AFRO
(kribo), kacamata dragon fly (bulat dan besar), bahan kulit yang
lembut dan tebal (suede), topi model pimpmobile atau voluminous
hunting cap, celana cutbray dan sepatu dengan model hak tinggi
(sekitar 12 cm).
Gaya funky juga bisa ditemukan dalam film laga Shaft yang
dibintangi Richard Roundtree di tahun 1971 (Pasti kamu masih
dalam kandungan bundamu), malah muncul gaya funky yang
dieksploitasi, yang diistilahkan dengan kata sindiran,
blaxplotation. Wah, ternyata memang gaya funky itu kental dengan
nuansa peradaban Barat, ya? Iya, dong, soalnya Islam nggak
mengajarkan budaya model begitu.
Islami Vs Funky
Oke sobat, setelah udah pada tahu latar belakang gaya funky,
tentu saja sebagai seorang muslim kita wajib tahu pula pandangan
Islam seputar masalah tersebut. Bukan apa-apa, bahwa sebagai
seorang muslim wajib terikat dengan aturan-aturan Islam. Nggak
boleh sedikit pun perbuatan yang kita lakukan diluar aturan
Islam. Termasuk dalam soal gaya hidup ini. Tingkah laku kita
dalam berpakaian, bergaul, dan berbuat harus selalu disandarkan
pada aturan Islam. Mutlak, lho. Nggak bisa ditawar-tawar lagi.
Seperti sekarang teman-teman remaja lagi kegila-gilaan niru gaya
funky, maka itu harus kita 'tanyakan' kepada Islam, boleh apa
nggak berdandan model gitu?.

BAB XIX
Nah, berkaitan dengan gaya funky ini, Islam punya pandangan,
Brur, bahwa budaya tersebut sangat bertentangan dengan aturan
dan hukum-hukum Islam. Gimana nggak, gaya funky yang kerap
diekspresikan lewat dandanan, tingkah laku, dan gaya hidup itu
"nothing" dalam Islam. Tentu itu bila dilihat dari lahirnya
budaya bejat tersebut. Dalam soal berpakaian, Islam sudah
mengatur, bahwa pakaian yang dikenakan tersebut wajib menutup
aurat. Firman Allah SWT yang artinya : "Hai anak Adam, Kami
telah menurunkan kepada kamu pakaian untuk menutup aurat kamu
dan pakaian indah untuk perhiasan." (al-A'raaf: 26).
Tapi bagaimana dengan anak funky?, rambutnya aja kayak sarang
burung walet begitu. Dicat warna-warni, dipermak seperti durian,
atau malah yang lebih serem lagi rambutnya 'disulap' seperti
topi tentara Romawi, tahu kan? Yes, potongannya rada mirip
rambut ala si BA di film The A Team, Lebih jelasnya, bila kamu
pernah lihat film Gladiator, kayaknya bisa kebayang deh
bagaimana 'rupa' topi Romawi itu.
Belum lagi pakaiannya yang amburadul banget, malah dalam keadaan
tertentu ditemukan pula gaya pakaian 'kaum' funky yang sulit
membedakan mana cowok dan mana cewek. Huhui ih, gawat juga ya?
Bingung juga memang, kalo ada anak cowok yang mempermak wajahnya
dengan kosmetik dan lebih mirip anak cewek, lalu aksesoris yang
biasa dikenakan anak cewek seperti anting, eh, dipakai pula oleh
anak cowok, udah gitu rambutnya panjang lagi, kan berabe, iya
nggak? Salah-salah malah ketuker manggil. Padahal, gaya funky
model begini bisa menjerumuskan kepada larangan menyerupai lawan
jenis. Laki-laki terlarang berpenampilan menyerupai anak cewek,
begitupun sebaliknya.
Imam Bukhori meriwayatkan, bahwa Ibnu Abbas r.a. berkata:
"Rasulullah saw. melaknat laki-laki yang berlagak perempuan dan
perempuan yang berlagak laki-laki." Kemudian Abu Dawud
meriwayatkan, bahwa Abu Hurairah r.a. berkata: "Rasulullah saw.
melaknat laki-laki yang meniru (dengan) pakaian perempuan dan
perempuan yang meniru (dengan) pakaian laki-laki." (Riadhus
Shalihin, Jilid I, hlm. 490).



BAB XX
Haruskah, itu dibiarkan?
Yes, pilihan terbaik memang kita harus menjegal atau mencegah
jangan sampai budaya funky itu mengakar dan menjasad dalam gaya
hidup kita. Karena nggak mustahil lambat laun bakal 'mempermak'
kita menjadi berselara Barat dalam bertingkah laku model Barat.
Kalo sampai kejadian, wuah, bahaya besar, Bung!
Ironisnya, kondisi seperti ini memang diperburuk dengan cara
pandang kita yang salah dalam menyikapi trend. Bahwa sesuatu
yang dianggap baru, adalah sebuah trend yang harus kita
dijelajahi. Kita menganggap bahwa kita harus mencobanya, bahkan
bila perlu dan memungkinkan, kita akan menganggap trend tersebut
wajib diamalkan. Itu cara pandang yang salah. Seharusnya, bila
itu menyangkut urusan gaya hidup peradaban tertentu, kita harus
hati-hati dan bijak dalam bersikap. Bahkan wajib menahan diri
untuk tidak latah. Karena siapa tahu memang trend itu justru
menjerumuskan kita kepada kesalahan dan dosa. Ya, kayak kasus
funky itu. Bisa jadi 80 % pelakunya adalah remaja Islam. Apakah
itu akan tetap kita biarkan? Tentu nggak dong sayang. Kita harus
mencegahnya agar tidak menyebar dan meracuni pemikiran dan jiwa
remaja. Karena tingkah laku, sangat berhubungan erat dengan
pemahaman. Bila salah memahami, nggak mungkin tingkah lakunya
benar. Catet, ya!
Yang lebih memprihatinkan, saat ini justru kebanyakan kita diam
melihat kemunkaran yang ada. Lebih gokil lagi, sebagian dari
teman-teman remaja malah larut dalam trend yang sesat dan merasa
enjoy menikmatinya. Wah, benar-benar rusak dong kalo begitu.
Upaya pencegahannya tentu harus menyeluruh. Memang yang pertama
kali harus disamakan adalah persepsi berpikirnya. Yang
menyatakan bahwa trend tersebut memang rusak dan berbahaya. Bila
ini sudah sepakat, maka akan mudah melangkah ke 'pintu'
penyelesaian berikutnya. Tapi bila masih nggak kompak dalam
menilai trend tersebut, rasanya memang sulit untuk bisa dicegah.
Harus kompak, baik individu, masyarakat dan juga penguasa. Dalam
sistem Islam, trend funky ini nggak bakalan menjamur seperti
sekarang ini. Jangankan muncul dan berkembang, baru 'tumbuh' pun
segera akan dipangkas. Itulah 'gaya' Islam dalam menumpas
kemaksiatan. Pokoknya, nggak tangung-tanggung deh.